Minggu, Februari 14, 2010

Haji 2009

Alhamdulillah kami pada Nov - Dec 2009 lalu telah melaksanakan ibadah haji. Plong rasanya karena kewajiban telah terpenuhi, dan berdoa agar haji kami kemaren adalah haji yang mabrur. Amin.


Sebelum berangkat banyak sekali keragu-raguan pada diriku, terutama dengan adanya flu babi dan bagaimana rasanya meninggalkan Latifah (waktu itu 22 bulan) selama haji. Seorang teman bercerita, kalo dia meninggalkan anaknya untuk umroh tetapi alhamdulillah anaknya juga gak papa, main-main terus. Katanya, Insya Allah kalo kita niat untuk beribadah maka anak pun akan tenang. Hati menjadi lebih tenang, walaupun tetap saja menangis malam-malam, membayangkan meninggalkan Latifah. Suami yang memang dasarnya tenang hanya menghibur, mengatakan Allah akan menjaga Latifah. Well.. jujur saja sebenernya tetap saja kepikiran.

Keraguan kedua adalah adanya informasi flu babi yang katanya sangat berbahaya. Alhamdulillah setelah mencari informasi kesana kemari kami yakin kalo flu babi itu tingkat bahayanya tidak separah SARS. Kami berniat memakai masker sepanjang haji nanti, setidaknya untuk mengurangi ter-ekspose dengan bakteri atau virus lain.

Keraguan ketiga adalah penentuan pelaksanaan haji di Qatar yang mendadak dangdut. Dari awal penentuan kuota sekian, menjadi hanya sekian. Tak henti-hentinya daku "meneror" Hamlah Haramain untuk menanyakan kebenaran berita pengurangan kuota. Dan akhirnya pada pengumuman pertama pendaftar haji, kita tidak termasuk. Oke, pikirku ya memang belum dipanggil. Kami tidak menaruh harapan, malah aku sibuk mencari tempat wisata lain, hehehe.. Walaupun sesekali iseng masih menanyakan ke Haramain. Mereka pun tak berhenti memberi janji " Don't worry sister, please call me back tomorrow". Dan tomorrow menjadi next week, menjadi.. taulah gimana Qatar. Yah kita ga begitu kecewa, karena memang pada dasarnya kita yakin semuanya sudah diatur.

Semuanya berubah ketika pagi hari menerima sms konfirmasi dari Komite Haji Qatar, alhamdulillah, haru sekali rasanya. Langsung semua keraguan-raguan (termasuk was-was karena meninggalkan Latifah) sirna. Yang ada harus cepat-cepat mendaftar ulang karena memang waktunya singkat sekali. Manasik haji segera diikuti lagi setelah awalnya sempat malas karena tidak terdaftar.

Dalam waktu yang sangat singkat semuanya siap. Alhamdulillah Haramain juga menyediakan manasik haji, walau hanya 2 kali pertemuan, tapi cukup menambah kepercayaan diri. Segala perlengkapan haji sudah disiapkan pula oleh Haramain. Sangat profesional.

Kembali ke Haramain. Kenapa memilih Haramain? Tak lain tak bukan karena "racun" dari sahabat tercinta, Ummu Abdurrahman, hehehe.. Beliau bercerita betapa profesionalnya Haramain, tidak akan membiarkan jamaah terlancar, dan supply makanan yang terus menerus. Beliau juga bercerita kalo Bu Nana Fajar dan keluarga waktu itu juga berhaji dengan Haramain dan kelihatannya puas (belum pernah bertanya langsung sih). Ditambah dengan pemikiran bahwa aku ga bisa cuti terlalu lama karena baru cuti Idul Fitri, dan rasanya belum siap meninggalkan Latifah terlalu lama.

Haramain menawarkan paket haji Mekkah Madinah, dengan total waktu 12 hari (yang menjadi 13 hari karena Saudi Airlines delay 5 jam). Dan iming-iming pelaksanaan haji mudah dan tersedianya makanan berlimpah membuat kita bersemangat memilih Haramain. Dan setelah diitung-itung, beda biayanya QR 4000 saja dengan haji biasa dari Indonesia.

Beberapa hari sebelum berangkat kita menerima koper hard case dan beberapa perlengkapan haji. Dan untuk mempermudah identifikasi koper, aku hiaslah koperku dengan sisa-sisa wall paper. Norak tak masalah asal eye catching:). Qtel pun berbaik hati memberikan goody bag yang isinya sleeping bag, alat manicure pedicure, tempat isi batu, sajadah travelling, dan tas tempat sandal.

H-1
Koper harus sudah diserahkan ke Bandara. Jadi kopernya berangkat duluan, dan pada hari H-nya tinggal melenggang kangkung, membawa peralatan pribadi yang bisa bisa masuk kabin. Latifah juga ikut mengantarkan kopernya ke bandara, walaupun pada saat menunggu Ali, Coordinator Haramain yang datang terlambat, dia tertidur pulas di stroller. Little does she know that tomorrow we will leave her :((. Setelah pulang dari bandara kita menemui teman suami, yang baru menginjakkan kaki ke Qatar. Dan berkelilinglah sampai hampir jam 7 malam. Padahal ada teman yang mau mengunjungi sebelum berangkat yang akhirnya harus dibatalkan karena kita masih di jalan. Mohon maaf ya bu..

Akhirnya sekitar pukul 8 malam kita menjemput teachernya Latifah, yang kita sewa untuk menemani Latifah selama kita tinggal haji. Selama haji ini Latifah kami titipkan ke sahabat kami, Mbak Tika. Pertimbangannya karena beliau mempunyai 2 anak yang seumuran dengan Latifah dan 1 anak yang sudah "lebih besar" dan atraktif yang sering membuat Latifah tertawa. Sebenarnya tetangga juga mempunyai anak yang seumuran, tapi berjauhan dengan tempat tinggal teachernya, sehingga akan kesusahan kalau tiap hari pulang dari nursery hari cari kendaraan lagi. Sementara tempat mbak Tika dan teacher hanya walking distance 5 menit.

Sementara pilihan untuk mendatangkan orang tua tidak ada. Orang tuaku sebagai PNS tidak bisa cuti lama, dan mertua sedang sakit.

Pada saat memasuki rumah mbak Tika untuk menitipkan Latifah, terasa sedih sekali dan akhirnya aku menangis. Latifah yang merasa something wrong akhirnya juga menangis kencang dan tidak mau melepaskan bundanya. Huhuhuhu.. sedih sekali. Tapi pikirku ini nanti bisa gagal rencana kalo aku ga berhenti menangis. Akhirnya setelah reda aku main-main sejenak dengan Latifah bersama teacher dan anak sulung Mbak Tika di kamar. Kemudian kita meninggalkan mereka pelan-pelan. Alhamdulillah sudah lebih plong rasanya.

Pada hari H kita berangkat dengan ceria, walaupun aku diam-diam menitikkan airmata. Ga berani menunjukkan kalo menangis takut dimarahin suami. Nanti bikin Latifah rewel katanya. Kita menuju Jeddah menggunakan Saudi Airlines. Sebenernya kita agak trauma dengan pelayanan Saudi Airlines, tapi saat ini kita tidak dalam posisi memilih juga. Jadi take it or leave it. Dan benar saja, kondisi di atas pesawat adalah free seating, yang memang sudah diinformasikan oleh Ummu Abdurrahman. Kita berniat ihram di dalam pesawat ketika terbang di atas miqot, yang diinformasikan langsung oleh pilot dan pemandu haji. Kebetulan suami memang sudah memakai baju ihram sejak di Doha, jadi di dalam pesawat tidak perlu ribet mengganti baju. Dan so far there's nothing funny happened sampai kita di Jeddah. Alhamdulillah



Di Jeddah kita menunggu kurleb 3 jam di bandara, setelah itu kita memasuki Mekkah dengan lancar.

Penginapan kami yang berada di area Azizia sebenarnya jauh dari Masjidil Haram, tapi Haramain menyediakan bus untuk transportasi ke Masjidil Haram setiap waktu sholat. Dan memang bukan penginapan bintang 5 yang disediakan, hanya flat biasa yang sharing sekamar untuk 4 orang. Haramain juga menyediakan paket haji VIP, untuk sekamar 2 orang atau sekamar untuk sekeluarga, baik di Makkah, Mina maupun Madinah. Pelayanan selama di penginapan memuaskan sekali. Penyediaan makanan dan minuman memadai, bahkan kadang berlimpah untuk jamaah Haramain, dengan mayoritas masakan Arabic dengan rasa yang lezat.



Alhamdulillah prosesi umroh dilaksanakan dengan lancar sorenya, bahkan hotel menyediakan barbershop untuk bapak-bapak yang ingin mencukur rambutnya sebagai syarat sah umroh. Malangnya nasib kami ketika selesei umroh pada malam hari restoran sudah tutup, jadi kami agak kelaparan. Untungnya ada grocery store di samping penginapan sehingga bisa membeli sekedar roti atau pop mie. Dan yang penting, hal ini tidak pernah terjadi lagi.



Pada H-1 sebelum prosesi haji, kita menuju Mina. Kita sudah mempersiapkan diri kalau misalnya harus berjalan dari penginapan, karena memang dekat dan ada informasi kalau jalanan macet. Dan memang di Mina bus tidak bisa masuk sampai depan penginapan. Kita diturunkan di atas flyover, dan harus turun menuju penginapan berjalan kaki. Backpack dan duffel bag sudah siap disandang masing-masing jamaah, tapi ternyata ada datang kuli-kuli untuk mengangkut tas-tas kita menuju penginapan, sehingga kita bisa bersantai menuruni jembatan yang sebenernya juga sangat dekat. Rombongan dipimpin oleh "kurcaci", begitu Bu Cathy menyebutnya, yang sebenernya adalah pegawai hotel yang memakai baju khusus dan membawa papan bertuliskan Haramain. Kurcaci ini yang setia memandu kami dimanapun.

Sheikh pemilik Haramain memang baik hati dan tidak ingin membiarkan jamaahnya kesusahan barang sedikitpun. Beliau selalu ada di setiap prosesi haji, dan tak segan-segan memarahi anak buahnya bila terjadi kesalahan atau bila jamaahnya "agak" kesusahan.

Di Mina ternyata tendanya modern. Berdinding triplek dan beratapkan tenda biasa. Di luar triplek juga tertutup kain yang seolah-olah bangunan yang kita tempati adalah tenda. Untuk tenda umum, masing-masing jamaah disediakan sofa bed single, sehingga walaupun berdempetan tetapi tetap ada privasi. Kondisi toiletnya juga bersih dan banyak. Hampir tidak perlu mengantri ataupun kalau mengantri hanya 1 orang. Sebenarnya saya sudah sangu Dettol Surface Spray karena membayangkan toiletnya kotor sekali. Tetapi yang terjadi hanya sempat terpakai sekali selama di Mina.



Makanan dan minuman senantiasa berlimpah, walaupun pernah makan siang datang terlambat karena listrik mati sehingga makanan belum matang, atau karena Chefnya tiba-tiba kakinya bengkak. Tapi hal itu juga tidak membuat kita tersiksa karena memang setelah makan kita mengambil buah-buahan untuk bekal agar tidak kelaparan menunggu waktu makan selanjutnya.



Pada hari H kita menuju Arafah, dan ternyata Haramain memberi kejutan yang manis buat jemaahnya. Haramain menyediakan tenda yang super besar, layaknya tenda untuk pernikahan ala Qatar, dengan sofa-sofa besar. Tak lupa ada toilet portable khusus untuk jamaah Haramain, yang tertutup dan jumlahnya tersedia dengan layak. Setelah khotbah untuk hari Arafah maka keluarlah kita untuk berdoa karena Hari Arafah adalah waktu yang mustajabah untuk berdoa.



Selepas maghrib kita memasuki bus, dan menuju Muzdalifah. Bus berjalan dengan lancar, walaupun awalnya harus berdempet-dempet dengan kendaraan lain. Haduuuh, rasanya ngeri melihat sesama bus berupaya saling mendahului di kemacetan. Di Muzdalifah bus berhenti dan jamaah sholat jama' Qashar Maghrib dan Isya, bermalam sebentar dan tengah malam kita langsung menuju Masjidil Haram untuk melaksanakan umroh haji. Selesei umroh haji, rombongan kembali ke Azizia, beristirahat sebentar dan mandi. Baru pagi hari kembali ke Mina.

Di Mina kita melaksanakan prosesi lempar jumroh. Hari pertama (H+1) sepi karena kita melaksanakannya sore hari, sementara waktu yang afdhal adalah pagi hari. Kita harus berjalan sekitar 4km pp menuju tempat lempar jumroh. Jalanan lurus dan bangunan lempar jumroh sudah terlihat dari depan tenda.

Hari kedua (H+3) dan ketiga (H+4) melaksanakan lempar jumroh pada waktu yang afdhal, setelah sholat dhuhur. Amat sangat ramai sekali. Padahal bangunannya sudah bertingkat 4. Tak terbayangkan waktu orang tua melaksanakan lempar jumroh pada saat belum ditingkat. Betapa bahayanya karena jamaah dari berbagai sisi saling mendorong untuk mendekati tiang.

Hari ketiga sebagian kecil dari jamaah (termasuk kami) kembali ke Azizia, walaupun sunnahnya sampai 4 hari (H+5). Entah kenapa perutku selama di Mina upset, penuh gas sampai ke dokter 2 kali untuk diberi obat. Dan katanya sih penyakit perut kembung itu wajar sekali di kala Haji.

Akhirnya pada H+5 kami berdua memutuskan untuk sholat shubuh di Masjidil Haram. Naik taksi dari Azizia hanya sekitar SR 30. Selesei sholat shubuh, menunggu matahari terbit dan sholat dhuha kami memasuki mal di masjidil haram, untuk mencari oleh-oleh untuk tante yang kebetulan juga melaksanakan ibadah haji dari kloter bandung. Setelah itu kita berjalan kaki menuju hotel tante, yang berada lurus di terowongan depan pintu Babussalam. Alhamdulillah, dalam silaturahmi yang singkat ini tante terlihat bahagia karena ditengok keponakan.

Menjelang Dhuhur kita kembali ke Masjidil Haram naik taksi omprengan. Setelah sholat dhuhur kami memutuskan untuk kembali ke penginapan. Ternyata pada saat itu taksi semua penuh, dan tidak ada yang mau mengantar ke Azizia karena terlalu dekat. Ada yang mau pun mintanya QR 200. Akhirnya kita mencari taksi di dekat terowongan Babussalam setelah mencari di dekat Hilton tidak ada. Dan ada 1 taksi yang mau QR 50 ke Azizia. Whatta surprise. The next thing we know we were in a speeding car, without any seat belt di belakang. Si sopir ngebut ga kira-kira sampai akhirnya menyenggol mobil lain dan menyenggol orang. Astaghfirullah, dunia rasanya berakhir karena mobil pun hampir terbalik. Alhamdulillah kami masih diberi keselamatan dan sampai di depan penginapan di Azizia dengan selamat, walaupun si sopir tetep saja ngebut seolah tak kapok setelah mobilnya hampir terbalik.

Masuk ke dalam kamar tak tahan aku menumpahkan air mata ke teman Malaysia. Rasanya shock berat dan teringat jamaah haji yang ditabrak sopir tak tau diri itu, apa yang terjadi pada dirinya, apakah dia terluka atau bagaimana. Astaghfirullah.. Teman-teman berdatangan di kamar dan menenangkan diriku. Whatta a bad experience. Sampai sekarang saya trauma untuk naik taksi di Saudi. NO MORE!

Malam harinya, setelah jamaah Haramain dari Mina berkumpul, kami makan malam dulu kemudian menuju ke Masjidil Haram untuk Thawaf Wada.

Pada malam itu ramenya amat sangat. Lingkaran orang berthawaf sangat melebar dan berjalan amat pelan. Sempat terdesak oleh jamaah Turki yang besar-besar dan bahkan didesak oleh Jamaah Indonesia. Amat sangat disayangkan sekali, pada saat beribadah kok malah menyakiti orang lain, bangsa Indonesia pula. Akhirnya kami umroh di dalam bagian yang beratap, untuk menghindari gencetan dengan jamaah lain.

Keesokan harinya (H+6) kita menuju Madinah. Rasanya gembira sekali hati ini sudah menunaikan ibadah haji. Raut-raut kegembiraan juga tampak di wajah jamaah lain.

Tiba di Madinah sudah sore hari dan kami langsung cek in di Intercontinental Hotel. Sheikh pemilik Haramain tetap menemani kami dan memastikan semuanya berjalan dengan baik. Di Madinah makanannya langsung dari Hotel, jadi Chef dan pembantu-pembantunya sudah tidak ikut kita.



Setelah di Madinah 2 malam, berziarah ke Masjid Quba dan menyempatkan diri berdoa dan sholat di Raudah, tiba saatnya kita kembali ke Qatar. Sore hari kita meninggalkan hotel menuju Bandara Madinah, untuk jadwal kepulangan jam 7 malam. Sebenernya sudah lupa jam berapa tepatnya karena yang terjadi adalah pesawat delay hampir 5 jam.



Ada kejadian pukul 12 malam kita disuruh naik Cobus untuk menuju pesawat, eh ternyata di depan pintu pesawat kita ditolak mentah-mentah, katanya salah pesawat. Apa coba? hehehe.. Akhirnya kami semua kembali ke ruang tunggu lagi. Ada yang marah-marah, tapi kita malah tersenyum-senyum karena sudah menyangka kalo Saudi Airlines akan "berulah" lagi.



Akhirnya sekitar jam 2 malam terbanglah ke Doha, dan hampir shubuh kami sampai di rumah. Alhamdulillah.. lega sekali rasanya kembali ke "peradaban"

Latifah kita jemput siang hari setelah sholat jumat. Awalnya merangkul bundanya eraat sekali, sampai terharu rasanya. Duuh, begini to rasanya meninggalkan anak. Latifah juga takut melihat ayahnya karena gundul. Setelah berdiam diri selama sejam, akhirnya Latifah mulai bersuara dan gembira bersama. Alhamdulillah..:)

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada keluarga Om Anto / Mbak Tika, yang telah merawat Latifah dengan baik (bahkan sepertinya lebih terawat di sana deh, hehehe..), mohon maaf kalau teachernya Latifah ternyata tidak membantu banyak, malah menyusahkan. Semoga persahabatan yang indah ini akan kekal selamanya, amin..